Pengalaman Ke Hongkong dan Shenzhen (Bagian 1)

Udah lama gak posting. Jadi kagok juga.

Ini foto2 saya saat jalan2 ke Hongkong dan Shenzhen.















Saya rasa bangsa kita harus lebih serius menangani pariwisata.
Minyak kita akan segera habis. Begitu pula bahan tambang lainnya.
Hutan kita sudah hampir punah, yang menjadi salah satu sumber malapetaka banjir, longsor, bahkan ikut andil dalam pemanasan global.

Berkaca pada Hongkong yang dikunjungi jutaan wisatawan per bulannya, maka dunia pariwisata kita harus segera berbenah.

Saya bertanya pada Anda:
Jika Anda seorang wisatawan asing yang sedang berkunjung ke Jakarta, apa yang Anda harapkan?
Saya akan mencoba membuat urutannya:
  1. Rasa aman. Berjalan sendirian saat tengah malam di Hongkong bukan hal yang menakutkan. Lakukan hal yang sama di Jakarta. Wow!!!
  2. Rasa nyaman. Privacy! Sering kita gak ingin ketenangan kita diusik. Baik oleh pengamen, peminta-minta, bahkan tatapan heran atau sinis dari orang2 di sekitar kita.
  3. Fasilitas. Toilet yang bersih dan gratis di tempat2 yang strategis. Kalo Jakarta, ya, agak lumayanlah. Juga angkutan. Jangan sampe ada macet yang membuat orang stress.
  4. Kebersihan. Susah untuk nyari sampah di Hongkong. Jalan, trotoar, emperan toko, semuanya tampak bersih.

Mungkin Anda masih punya tambahan?

Oke, kembali ke Laptop.
Kita punya banyak objek wisata yang menakjubkan. Hanya sangat disayangkan tidak dikelola dengan baik.

Saya masih ingat betul saat berkunjung ke Bukittinggi tahun 1996. Saat itu masih berlaku sanksi (denda) bagi yang membuang sampah sembarangan.

Sekarang coba tengok kondisi kota peraih Adipura ini. Bahkan sampah bertumpuk di sekeliling tugu Adipura.

Kebanyakan masyarakat kita juga tidak memiliki kesadaran wisata.
Premanisme adalah musuh nomor satu pariwisata.
Sungguh sayang, penduduk setempat yang merasa "hebat" dengan menjadi "tukang palak".
Berapa ribu rupiah yang berhasil ia kumpulkan per hari?
Bandingkan dengan berapa juta rupiah yang lari karena wisatawan menjadi jera berkunjung ke kota mereka?
Demikian pula pengamen yang meminta imbalan dengan paksa.

Belum lagi sikap supir angkutan yang mencoba meraih "untung besar sesaat".

Saya pernah menyaksikan supir angkot di Medan yang mencoba menipu turis asing dengan menaikkan ongkos dua kali lipat. Sang turis marah2, karena sebetulnya mereka punya panduan lengkap tarif angkutan.

Saya cuma bisa geleng2 kepala. Sang supir tanpa sepengetahuannya telah kehilangan lebih banyak rupiah yang seharusnya bisa ia dapatkan di bulan-bulan berikutnya.

Comments

Mike.... said…
mike juga mampir ksini..
Anonymous said…
Huehue.. di samarinda ga cuma dapat adipura mas, juga wahana tata nugraha, tapi angkotnya kayak driver NASCAR, trus tempat sampah disayang-sayang, ga boleh diisi sampah:) Jalan-jalan ke samarinda mas, ada PON lho..

Popular posts from this blog

RAMALAN INFOTAINMENT

HATI-HATI PASANG IKLAN

JENGKOL