TERLALU BERLEBIHAN
Suatu hari di rumah makan
"Ayo dong Fan, sesekali dicoba"
Karena sebel berulangkali ditawari minum es dan teman2 gak juga bosan mendengar alasan bahwa hidung saya akan segera mampet bila mencobanya, maka dengan agak kasar saya menjawab:
"Minuman ini halal bagi kalian, tapi tidak untuk saya!!"
Teman2 saya tertegun sejenak, sampai ada yang yang bergumam:
"Ah, kamu terlalu berlebihan!"
Karena merasa benar, beberapa hari kemudian saya menyempatkan dialog dengan rekan kerja yang juga seorang ustadz.
"Buya, apa pendapat Buya tentang ayat: Makanlah yang halal lagi baik?"
"Fi'il amr. Kenapa?"
"Artinya kalo kita langgar berdosa?"
"Iya"
"Sekarang begini, saya gak bisa makan ikan sarden kaleng karena kalo saya makan saat siang, malamnya saya gak akan bisa tidur karena diganggu asam urat.
Saya juga gak bisa minum es karena hidung saya akan segera mampet karenanya.
Setelah saya tahu bahwa keduanya sangat tidak baik bagi saya, bukankah berdosa jika saya tetap mengkonsumsinya?
Lagipula ayat lain dalam Quran juga melarang kita untuk menganiaya diri sendiri."
"Alasan kamu benar"
Saya pun puas mendapat dukungan sang ustadz.
Tapi beberapa hari kemudian saya seperti mendapatkan sesuatu dalam renungan saya.
Saya marah pada diri sendiri
"Irfan, bukankah dahulu kau terlahir dengan sempurna?
Kemudian tumbuh dewasa.
Tapi kau tidak menjaga raga yang diamanahkan kepadamu hingga kemudian raga ini mulai rusak oleh berbagai penyakit."
Saya pun menginsyafi diri.
Betapa saya biasa begadang hanya untuk hal2 tak bermanfaat semisal baca cerita silat atau main PC Games.
Betapa saya malas berolah raga.
Betapa dahulu saya tidak pernah peduli pada menu yang saya lahap.
Kenapa saya sampai harus berkata kasar pada teman2 saya, padahal saya telah sejak lama mengabaikan kesehatan diri sendiri.
Dan baru mulai sadar saat berbagai penyakit mulai menggerogoti tubuh.
Ah, benar kata teman2.
Saya terlalu berlebihan.
"Ayo dong Fan, sesekali dicoba"
Karena sebel berulangkali ditawari minum es dan teman2 gak juga bosan mendengar alasan bahwa hidung saya akan segera mampet bila mencobanya, maka dengan agak kasar saya menjawab:
"Minuman ini halal bagi kalian, tapi tidak untuk saya!!"
Teman2 saya tertegun sejenak, sampai ada yang yang bergumam:
"Ah, kamu terlalu berlebihan!"
Karena merasa benar, beberapa hari kemudian saya menyempatkan dialog dengan rekan kerja yang juga seorang ustadz.
"Buya, apa pendapat Buya tentang ayat: Makanlah yang halal lagi baik?"
"Fi'il amr. Kenapa?"
"Artinya kalo kita langgar berdosa?"
"Iya"
"Sekarang begini, saya gak bisa makan ikan sarden kaleng karena kalo saya makan saat siang, malamnya saya gak akan bisa tidur karena diganggu asam urat.
Saya juga gak bisa minum es karena hidung saya akan segera mampet karenanya.
Setelah saya tahu bahwa keduanya sangat tidak baik bagi saya, bukankah berdosa jika saya tetap mengkonsumsinya?
Lagipula ayat lain dalam Quran juga melarang kita untuk menganiaya diri sendiri."
"Alasan kamu benar"
Saya pun puas mendapat dukungan sang ustadz.
Tapi beberapa hari kemudian saya seperti mendapatkan sesuatu dalam renungan saya.
Saya marah pada diri sendiri
"Irfan, bukankah dahulu kau terlahir dengan sempurna?
Kemudian tumbuh dewasa.
Tapi kau tidak menjaga raga yang diamanahkan kepadamu hingga kemudian raga ini mulai rusak oleh berbagai penyakit."
Saya pun menginsyafi diri.
Betapa saya biasa begadang hanya untuk hal2 tak bermanfaat semisal baca cerita silat atau main PC Games.
Betapa saya malas berolah raga.
Betapa dahulu saya tidak pernah peduli pada menu yang saya lahap.
Kenapa saya sampai harus berkata kasar pada teman2 saya, padahal saya telah sejak lama mengabaikan kesehatan diri sendiri.
Dan baru mulai sadar saat berbagai penyakit mulai menggerogoti tubuh.
Ah, benar kata teman2.
Saya terlalu berlebihan.
Comments
terimakasih kawan